Jakarta- Dana sumbangan para peserta aksi 411 dan 212 diperiksa oleh pihak kepolisian, dengan mengarahkan kepada pasal TPPU atau pasal pencucian uang atas nama yayasan Keadilan untuk semua
Pihak kepolisian menggunakan Pasal 3 dan Pasal 5 dan atau Pasal 6 UU 8/2010 tentang TPPU dan atau Pasal 70 UU 16/2001 tentang Yayasan juncto Pasal 5 UU 28/2004 tentang perubahan atas UU 16/2001 tentang Yayasan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Dimana isinya adalah pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus, dan pengawas baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium
Sementara itu, Pengacara Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera, mengungkapkan alasan kliennya meminjam rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Rekening tersebut digunakan sebagai media untuk mengumpulkan dana dari para donatur aksi Bela Islam pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Menurut Kapitra, peminjaman rekening kepada yayasan tersebut berdasarkan faktor kedekatan kedua belah pihak.
“Ini kan trust. Kita meminjam rekening yayasan itu kita harus kenal orangnya, kredibilitasnya. Uang sebanyak itu kalau kita enggak kenal, sulit ya. Bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Kapitra di kantor Bareskrim yang bertempat di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).
Sebelumnya Bachtiar Nasir mengungkapkan mengelola uang Rp 3 miliar untuk penyelenggaraan Aksi 411 dan 212. Uang tersebut digunakan untuk membeli kebutuhan penyelanggaraan aksi, seperti konsumsi, peralatan medis, spanduk, dan baliho.
Selain itu, uang yang dikelola juga dialokasikan untuk bantuan kemanusiaan. Menurutnya, sebanyak Rp500 juta telah digunakan untuk membantu korban bencana di Aceh dan Rp200 juta untuk korban bencana di Bima, Nusa Tenggara Barat.
“(Total dana) yang dari saya cuma Rp3 miliar. Belum terpakai semua, kami rawat betul dana itu,” kata Bachtiar Nasir
Uang Yang Di Sumbangkan Bukan Dari Kajahatan
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI meyakinkan uang di dalam rekening yayasan adalah sumbangan dari umat. Uang hasil sumbangan dari para donatur bukan uang haram hasil kejahatan.
“Ini pakai logika saja ya, yang namanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu uang hasil kejahatan,” kata kuasa hukum GNPF, Kapitra Ampera, di Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (16/2).
TPPU, kata dia, adalah uang hasil kejahatan yang kemudian diinvestasikan ke suatu tempat untuk menyamarkan kejahatan itu. Karena itu menurut dia, jika penyidik menerapkan pasal tersebut maka silakan saja mencari siapa yang melakukan itu sehingga uangnya masuk ke dalam rekening yayasan.
Yang pasti kata dia, uang dalam rekening yayasan keadilan untuk bersama ini hasil donasi dari para donatur. Mereka yang dengan ikhlas menginfakkan sebagian hartanya untuk memberikan sumbangan bagi umat yang ikut melakukan aksi bela Islam 411 dan 212.
“Ini kan uang umat ya, ada 5.000 donasi di mana 5.000 donatur yang berinfak bela Islam, semua orang tahu itu bukan hasil dari kejahatan,” terangnya.
Jika melihat kembali proses pengumpulan dana tersebut kata dia, dilakukan seperti pada umumnya. Menyebarkan di media sosial lalu masyarakat yang berkenan menyisihkan hartanya bisa mendonasikan ke rekening tersebut.
“Banyak sekali masyarakat (donatur) ada juga yang datang langsung. Ini soal spirit of Islam, enggak bisa dihalangi,” kata dia dikutip dari Republika.co.id
Mengapa Salurkan Dana Infaq Dituding Pencucian Uang?
Kuasa Hukum Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua (Justice For All), A. Al-Khatiri, menyatakan pihaknya tidak menemukan kejahatan apapun yang dilakukan kliennya dalam kasus tapi dituduhan melakukan kejahatan pencucian uang oleh polisi.
Hal itu disampaikannya Al Khatiri saat mendampingi Ketua Yayasan Justice For All, Adnin Armas dalam memenuhi panggilan Bareskrim Polri, Rabu (15/02/17) di Jakarta Pusat.
“Kalau Anda Tanya, kejahatannya tidak ada. Tapi yang dituduhkan jelas karena beliau ini sebagai ketua yayasan yang mana rekeningnya ini digunakan atau dipinjam oleh GNPF,” ungkapnya.
Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim NKRI ini juga menjelaskan tindakan meminjam rekening untuk kemaslahatan orang banyak bukanlah sebuah kejahatan, bahkan hal ini sudah disepakati dan ada komitmen dari pihak Yayasan Justice For All dengan pihak Gerakan Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Apalagi, menurutnya, yayasan ini mempunyai tujuan mulia untuk mengelola uang infaq, shadaqah dan sebagainya.
“Karena gerakan ini (GNPF-MUI) luar biasa. Dan yayasan ini anggaran dasarnya salah satu tujuannya sama, mengelola infaq, shadaqah dan sebagaiannya,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan media massa sebelumnya, pihak kepolisian telah menetapkan Islahuddin Akbar, salah seorang pegawai bank swasta, atas tuduhan melanggar UU Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan dan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Islahuddin, selaku orang yang dipercaya oleh Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir, dianggap bersalah karena telah mencairkan dana Yayasan Keadilan Untuk Semua setelah mendapat kuasa dari Adnin Armas selaku ketua yayasan.
Yayasan itu sendiri, kata Adnin, bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan seperti membantu para pengungsi akibat konflik dan bencana alam.
Menjelang Aksi Bela Islam tanggal 4 November (411) dan 2 Desember (212) 2016 lalu, pihak GNPF telah meminta tolong kepadanya untuk meminjamkan rekening yayasan yang ia pimpin, guna menampung dana dari masyarakat yang akan membantu pelaksanaan Aksi Bela Islam tersebut.
GNPF, sebagai kelompok ad hoc yang dibentuk secara spontan, tak mungkin memiliki rekening bank sendiri.
“Saya tak mungkin tak mendukung aksi ini. Semua masyarakat berlomba-lomba ingin mendukung aksi bela Quran dan bela ulama. Saya juga ingin membantu,” kata Adnin. Saat pencairan dana inilah, Adnin ikut dipersalahkan. Tindakannya memberikan kuasa kepada Islahudin dianggap salah oleh pihak Kepolisian. Padahal, kata Adnin, justru ia tak mungkin menahan-nahan uang umat di dalam rekening yayasannya.
“Kalau saya menahan-nahan dana itu, saya bersalah. Tapi kalau saya memberikan akses kepada GNPF atas dana umat itu, kenapa justru saya disalahkan?” tanya Adnin lagi.
Karenanya Al-Khatiri juga mengatakan bahwa pasal yang dituduhkan polisi itu tidak ditemukan dalam kasus tersebut.
“Tidak ada aset yayasan baik berupa uang yang dialihkan ke pembina, pengurus dan pengawas. Jelas ini tidak ada,” pungkasnya.
Menurutnya, jika rekening ini digunakan secara baik oleh GNPF, dan tidak dialihkan ke organ dari yayasan itu sendiri untuk kepentingan pribadi, dimana letak kejahatannya? Seperti dikutip dari laman media Hidayahtullah.com
Pemeriksaan atas Dana Sumbangan Kepada GNPF MUI, Mengapa Sumbangan Di Tempat Lain Tidak?
Tindakan pihak kepolisian untuk memeriksan sumbangan aksi bela Islam 411 dan 212 dengan menggunakan pasal TPPU atau pencucian uang, menuai banyak pertanyaan
Terutama dikaitkan begitu banyaknya cara pemungutan ataupun aksi pengumpulan sumbangan yang dilakukan oleh lembaga bahkan badan usaha seperti minimarket tanpa adanya sedikitpun pemeriksaan
Asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law principle) merupakan salah satu asas yang utama dalam Deklarasi Universal HAM dan dianut pula dalam UUD 1945 kita.
Asas ini mengandung arti bahwa “semua warga harus mendapat perlindungan yang sama dalam hukum – tidak boleh ada diskriminasi dalam perlindungan hukum ini”.
Jangan sampai penegakkan hukum didasarakan atas sebuah kepentingan semata, sehingga ketidakadilan sangat mudah terlihat
Seandainya sikap tegas itu ditujukkan demi penegakkan hukum, lantas bagaimana dengan fakta yang sama ditempat yang lain? ditambah sumbangan sumbangan tersebut bahkan lebih ekstrem dengan menambahkan secara langsung kedalam struk pembelian secara tanpa perlu pemberitahuan konsumen (sumbangan ‘memaksa)
Tanpa perlu tahu kemana sumbangan tersebut diberikan dan dialokasikan
Sementara sumbangan yang diberikan pada aksi 411 dan 212 sudah sangat jelas pengalokasiannya, dan sangat mudah ditelusuri dengan memakai payung hukum yayasan keadilan untuk semua, kalau semua sudah sangat jelas dan terang benderang, mengapa pihak penegak hukum masih melakukan pemeriksaan?
Kecuali pemeriksaan tersebut dilakukan dengan agenda serta kepentingan tertentu (lingkarannews)
Adityawarman @aditnamasaya
EmoticonEmoticon