Isman (Ketua Umum HMI Komisariat Bahasa Unissula periode 2016-2017) |
Sejauh
ini tidaklah begitu mengherankan, ketika sejumlah nama mulai bermunculan untuk
memeriahkan pesta demokrasi nantinya, mulai dari kalangan akademisi, praktisi,
politisi sampai pada kalangan TNI dan Polisi. Niat dan maksud
merekasesungguhnya sangat mulia dalam rangka membangun Sultra agar lebih maju
lagi. Kemudian, niat itu dibungkus dalamVisi dan Misi yang didesain sedemikian rupa agar terdengar menarik untuk meyakinkan dan
menarik simpat hati rakyat.
Di
dunia demokrasi, beradu gagasan dan intelektual untuk meyakinkan masyarakat
merupakan hal yang wajar. Karena, demikian itu merupakan langkah agar
masyarakat mengetahui kepantasan dan ketangkasan mereka untuk memimpin, juga
masyarakat bisa mengetahui daya intelektaul mereka untuk menjadi nahkoda bagi
Sultra nantinya. Sebab pada hakikatnya, pemimpin bukan persoalan bisa atau
tidaknya dalam memimpin, namun harus memiliki daya intelektual yang luas.
Pasalnya, seorang pemimpin selain menjadi pelayan juga merupakan penentu arah
untuk masyarakat yang dipimpinnya. Jika, pemimpin tidak memiliki daya
intelektual yang luas, maka bisa di pastikan masyarakatnya akan mengalami
ketertinggalan.
Sehingga,
sangatlah patut -bagi masyarakat sultra- untuk menjadi pemilih yang cerdas
yakni pemilih obyektif dan partisipan. Pemilih yang obyektifadalah mereka yang
tidak mau ditukar hak suaranya dengan lembaran merah, apalagi sampai ditekan
dan diancam untuk berpihak pada tokoh yang tidak disukainya. Sedangkan pemilih
yang partisipan adalah mereka yang melihat ketangkasan dan daya intelektual
serta visi dan misi calon yang akan dipilihnya. Melalui nalar yang realistis,
para pemilih partisipan akan mempertimbangkan visi dan misi setiap calon yang
akan di pilihnya.Sebab, kesalahan dalam memilih akan berakibat fatal bagi
masyarakat Sultra dalam 5 tahun kedepan. Sehingga, untuk mengindari hal itu,
maka sangatlah pantas, jika sebelum memilih kita perlu mempertimbangakan daya
intelektual dan kecerdasan figur yang akan menjadi pemimpin Sultra lima tahun
kedepan. So, jadilah pemilih yang obyektif dan partisipan.
Selanjutnya,
di era modern seperti sekarang, menjadi hal yang sangat penting untuk menjadi
pemilih yang cerdas. Karena pemilih cerdas akan mempertimbangkan tokoh yang
patut menjadi pemimpin. Selain melihat pada syarat mutlak bahwa pemimpin harus
memiliki daya intelektual yang luas, mereka juga harus memiliki supremeintelligence on relation yakni
kecerdasan yang tinggi dalam melakukan kerjasama. Sebab, untuk membangun suatu
daerah diperlukan cooperation untuk
mengembakan dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki daerah (dalam hal ini
Sultra). Jika tidak, maka sumber daya yang dimiliki hanya akan dimanfaatkan
oleh orang lain dan masyarakatpunhanya akan menjadi penonton di belakang layar.
Oleh
karenanya, untuk mengantisipasi hal tersebut perlu kiranya kita menganalisa
siapa figur yang cocok dan tepat untuk memimpin Sultra di era modern ini. Mari
kita mengenal lebih dalam lagi, sejumlah nama yang telah memproklamirkan diri
untuk maju sebagai pemimpin Sultra di periode 2018-2023. Namun pada kesempatan
ini, yang menarik adalah hadirnya sosok akademisi yang namanya telah dikenal
lama di panggung nasional. Tokoh kelahiran Kaledupa Wakatobi ini bernama lengkap
Prof. Laode Masihu Kamaludin MSc, MEng, Phd. Beliau lebih akrab disapa Prof
LaOde. atau Prof. LMK. Sepak terjangnya sebagai figur visioner di era modern
telah nampak sejak beliau menjadi staf ahli wakil presiden Bj. Habibie yang
mana, mampu mencetuskan ekonomi maritim berbasis pulau-pulau. Kemudian, skillcooperation yang dimilikinya juga
terlihat ketika memimpin Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. Dalam
periode empat tahun prof. LMK mampu melakukan kerjasama dengan sejumlah kepala
daerah di Sultra(mulai dari Gubernur hingga pada para Walikota)dalam Program
Cerdas Sultraku. Lewat program inilah para mahasiswa yang memiliki ekonomi
level menengah kebawah bisa mengenyan pendidikan di Jawa. Selain itu program
Cerdas Sultraku merupakan langkah untuk meningkatkan sumberdaya manusia Sultra.
Tidak sedikit, mahasiswa didikan belau, bersaing di dunia intrenasional. Hal
lain, yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui mengenai sosok prof Laode
sebagai pemimpin di era modern adalah ketangkasannyamelakukan kerja sama dengan
3 negara yang memiliki infrastruktur terbaik dalam sektor industri pertanian,
yakni: Korea, Kanada dan Jerman, dalam program Green House yang juga menjadi ide briliannya lewat Universitas
Lakidende, Unaaha. Program Green House
ala Korea pertama di Indonesia yang dicetuskannya adalah tidak lain untuk
meningkatkan sektor pertanian di Sultra secara umum. Sehingga, dengan program
ini perekonomian masyarakat Sultra bisa maju. Ide brilian yang dimiliki oleh
Prof Laode bukan hanya lamunan yang ada di dongeng-dongeng telenovela belaka,
namun hal itu sudah terbukti. Sehingga, menurut hemat penulis, beliau adalah
pemimpin visioner di era modern seperti sekarang. Keluasan ilmu dan daya
intelektualnya tidak lagi diragukan, apalagi hanya untuk memimpin Sultra dalam
lima tahun mendatang.
EmoticonEmoticon